Menguraikan Pikiran foucault berpengaruh terhadap perkembangan ‘post-modern
sociology’ yakni suatu analisis terhadap masyarakat modern dengan menggunakan
konsep dan perspektif masyarakat modern. Secara subtansial sesungguhnya
foucault berhasil membuat sosiologi lebih sensitif terhadap power relation atau
relasi kekuasaan dan bagaimana dominasi bekerja dalam relasi kekuasaan (power), teranyam pada setiap aspek kehidupan serta kehidupan pribadi.
Pikiran tersebut menantang ilmu sosiologi yang
cenderung memisahkan dan mengabaikan “kekuasaan” dalam ilmu pengetahuan, dan
berasumsi bahwa pengetahuan itu netral, objektif dan tidak berdosa. Sosiologi
yang cenderung menganggap bahwa akar kekuasaan terletak pada negara ataupun
kelas, dianggap oleh foucault mengingkari kenyataan, karena baginya relasi
kekuasaan terjadi pada hampir setiap aspek dalam kehidupan sehari-hari. Konsep
tentang pikiran dan kekuasaan inilah yang memberikan pengaruh yang sangat besar
tentang bagaimana aspek dan pusat lokasi dari kekuasaan serta bentuk perjuangan
untuk membatasi dan bagaimana berbagi kekuasaan. Jika umumnya pemikiran
kekuasaan hanya tertuju pada kelas negara atau elit, maka foucault membuka
kemungkinan untuk membongkar semua dominasi dan relasi kekuasaan seperti
kekuasaan dalam pengetahuan antara pencipta semua diskursus, birokrat,
akademisi ataupun rakyat jelata. Kaum feminis juga mendapatkan legitimasi untuk
membongkar dominasi dan relasi kekuasaan gender antara laki-laki dan perempuan
yang sejak lama tidak mendapat perhatian oleh filsafat sosial.
Iklan adalah salah satu tayangan media yang menyebarkan kuasa (strategi)
tentang normalisasi tubuh perempuan. Produksi kekuasaan yang terjadi kemudian
adalah munculnya strategi untuk menghembuskan wacana “langsing”, “kulit putih”
“rambut lurus hitam panjang” yang mencuat terus menerus sehingga secara tidak
sadar masyarakat menganggap tubuh perempuan yang ideal dan normal adalah langsing, berkulit putih,
dengan rambut lurus hitam panjang. Disini tengah berlangsung strategi kuasa
wacana yang diproduksi terus menerus.
Media merupakan salah satu
representasi Kapitalisme dari sekian banyak representasi yang ada, sekaligus
sebagai tanda berkuasanya modernitas. Bahwa kapitalisme mengharapkan
media untuk memproduksi wacana dan dari kuasa wacana media direproduksi, maka
modernitas membengkak pengaruhnya atas berbagai problema sosial, politik,
ekonomi dan kebudayaan. Media sebagai pusat artikulasi kepentingan kapitalisme
akan sangat berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi dan kebudayaan yang
menyebabkan pengaruh modernitas mengalami pergeseran dalam realitas sosial,
pada konteks ini “tubuh” merupakan alat vital bagi pembentukan kuasa wacana
media yan berpengauh terhadap kebangkitan sosial sebagai bentuk terwujudnya
kelas-kelas sosial dalam masyarakat. Desakan-desakan modernitas adalah desakan
yang memiliki obsesi material karena di dalam modernitas ada kehendak
kapitalisme dalam masyarakat.
Miss Celebrity ; Pertemuan Budaya
Pop Dan Nilai Kapitalisme
Miss celebrity adalah material girl yang mengeksplorasi kuasa wacana terhadap realitas material dan menegaskan penggabungan antara budaya pop dengan nilai-nilai kapitalisme sehingga dalam tinjauan feminisme, hal ini tidak mampu dijadikan sebagai alat perlawanan terhadap dominasi patriarkal bahkan fenomena ini semakin menjerat perempuan dalam lingkaran kapitalisme. Bordo dalam ann brooks ( 1997:233) menunjukkan bagaimana persimpangan postmodernisme dengan kapitalisme melalui arus konsumerisme telah membawa “imajinasi postmodern” yang baru tentang kebebasan determinasi tubuh sehingga menghasilkan plastic culture (budaya plastik) untuk memburu tubuh yang sempurna melalui penggunaan alat-alat kedokteran.
Aisyah, sakinah, madina dan muslimah adalah ikon perempuan muslimah yang telah menyuburkan industry mode islami. Apakah mereka telah berhasil melepaskan diri dari perangka kapitalisme.
Miss celebrity adalah material girl yang mengeksplorasi kuasa wacana terhadap realitas material dan menegaskan penggabungan antara budaya pop dengan nilai-nilai kapitalisme sehingga dalam tinjauan feminisme, hal ini tidak mampu dijadikan sebagai alat perlawanan terhadap dominasi patriarkal bahkan fenomena ini semakin menjerat perempuan dalam lingkaran kapitalisme. Bordo dalam ann brooks ( 1997:233) menunjukkan bagaimana persimpangan postmodernisme dengan kapitalisme melalui arus konsumerisme telah membawa “imajinasi postmodern” yang baru tentang kebebasan determinasi tubuh sehingga menghasilkan plastic culture (budaya plastik) untuk memburu tubuh yang sempurna melalui penggunaan alat-alat kedokteran.
Aisyah, sakinah, madina dan muslimah adalah ikon perempuan muslimah yang telah menyuburkan industry mode islami. Apakah mereka telah berhasil melepaskan diri dari perangka kapitalisme.
Dalam analisis Foucault ternyata
mereka telah berhasil mereproduksi kuasa wacana tentang busana muslimah ideal
sehingga hal ini telah menimbulkan konsumerisme yang cukup tinggi di kalangan
muslimah. Dalam waktu sekejab, busana muslimah ala madina dan muslimah
dipandang sebagai busana yang lagi nge-trend karena adanya reproduksi wacana
berulang-ulang oleh media. Muslimah teradang merasa tidak Pe-de ketika tidak
berjilbab ala muslimah atau madinah meskipun terkadang tidak syar’i, tentunya
timbul pertanyaan apakah berhijab bagi seorang muslimah adalah sekedar
formalitas atau sekedar mengikuti budaya? Bahkan sampai pada level busana
muslimah yang ekstrem yang ditampilkan oleh asiah dalam film ayat-ayat cinta
dan sakinah dalam film ta’aruf kini menjadi budaya tersendiri bagi kalangan
publik figure seperti dewi persik untuk menampilkan goyangan gergajinya dengan
menggunakan penutup muka (cadar) tapi
dengan busana yang sensual.
Kini perempuan terjebak dalam dua image perempuan ideal, antara miss celebrity dan miss aisyah dan tentunya kedua tokoh tersebut telah sukses untuk memberikan kuasa pengetahuan tentang image wanita ideal dalam konteks fisik sehingga menyuburkan industri mode dan kosmetik yang menimbulkan budaya konsumerisme dikalangan perempuan.
Kini perempuan terjebak dalam dua image perempuan ideal, antara miss celebrity dan miss aisyah dan tentunya kedua tokoh tersebut telah sukses untuk memberikan kuasa pengetahuan tentang image wanita ideal dalam konteks fisik sehingga menyuburkan industri mode dan kosmetik yang menimbulkan budaya konsumerisme dikalangan perempuan.
Penulis : Yusnaeni.S,Pd.
(Alumni LKIMB UNM)
Hebat K neni tulisannya
BalasHapus