Kehidupan sosial kita diwarnai dengan “gesekan”
berupa ketersinggungan, kekecewaan, kesalahpahaman, kemarahan, kecemburuan,
bahkan perselisihan pendapat, pertengkaran, makian, hujatan, perceraian,
pencurian, perampokan, bahkan pembunuhan dan peperangan. Itulah
“gesekan-gesekan” kehidupan sosial. Kita akrab dengan gesekan-gesekan itu. Kita
temukan di media massa setiap hari, dan kita alami sebagiannya.
Sisi gelap suasana kehidupan sosial ini sangat
menggangu kesenangan dan kebahagiaan kita. Bayangkan bagaimana perasaan anda
jika orang yang anda sangat cintai dan dia pun mencintai anda tiba-tiba berubah
menjadi sangat membenci anda.
Bayangkanlah bagaimana perasaan Suami-Isteri yang baru saja bercerai, dengan
dua anak yang masih kecil-kecil. Bayangkan bagaimana perasaan orang-orang yang
bermusuhan, lalu saling memaki, saling menghujat, saling mempermalukan.
Ada baiknya kita memandang sisi gelap suasana batin
ini dengan Posotif Thinking / At-Tafkir Al-Ijabi, yaitu bahwa semua itu
sebagai pelengkap kehidupan. Dan gesekan
itulah yang membuat hidup ini menjadi indah. Oleh karena keindahan hidup ini salah
satu sumbernya ialah fenomena berpasangan. Yaitu bukan hanya pria yang
berpasangan dengan wanita, jantan berpasangan dengan betina, tapi langit berpasangan dengan bumi, matahari
berpasangan dengan bulan, siang dengan malam, bahkan arus positif berpasangan
dengan arus negatif. Di sisi lain, cinta berpasangan dengan benci, bahagia
berpasangan dengan sedih, dst.
Pasangan-pasangan kontradiktif itulah yang menjadikan hidup ini indah. Kita
tidak akan pernah merasakan nikmat kesehatan jika sekiranya tidak ada penyakit,
tidak ada orang yang sakit. Kita tidak merasakan nikmatnya kedamaian jika
sekiranya tidak ada kekacauan.
Dengan berfikir positif seperti ini, kita akan
menerima gesekan-gesekan hidup ini sebagai penyedap rasa kehidupan ini yang
menggairahkan, memotivasi dan mengarahkan hidup ini agar kita senantiasa berada
di jalan Allah Swt. Cara berfikir seperti inilah yang akan membuat kita menjadi
orang yang peramah, pemaaf, pendamai yang bahagia dan membahagiakan.
Bila kesalahan dan kekhilafan merupakaan sifat yang
ada pada setiap orang, maka semestinya peramah dan pemaaf juga menjadi sifat
yang seharusnya kita miliki. Sebah hanya dengan demikian, maka gesekan itu akan
memperindah kehidupan kita, akan memperkuat kepribadian kita, dan akan
memperkokoh hubungan social kita.
Untuk
memaafkan kesalahan orang lain kita memerlukan :
1.
Memperbesar
rasa cinta dan kasih sayang kepada orang lain.
2.
Mengakui
dan menyadari seluruh kekurangan dan kekhilafan kita, dan bahwa kita pun
menuntut untuk dipahami, dimaklumi, dan dimaafkan.
3.
Meyakini
bahwa sifat pemaaf itu membahagiakan dan sifat pemarah dan pendendam itu
menyusahkan.
4.
Meyakini
bahwa sifat pemaaf itu – walaupun berat – tapi itulah jalan yang benar untuk
memperkuat kepribadian, kedewasaan diri, dan menjadikan kita sebagai orang yang
lebih bijak.
5.
Meyakini
bahwa sifat pemaaf itu, cara efektif
untuk meraih Maghfirah / Ampunan dari Allah Swt.
Perjuangan untuk menjadi seorang hamba pemaaf akan
mengajarkan kita banyak hikmah, banyak kebahagiaan, kemuliaan dan keindahan
suasana batin dan kejernihan pikiran. Itulah ciri orang yang bertaqwa.
الَّذِيْنَ
يُنْفِقُونَ فيِ السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الغَيْظَ وَالعَافِيْنَ
عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
( ال عمران : 134 )
Artinya : yaitu orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan memaaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
خُذْ
العَفْوَّ وَأْمُر بِالمَعْرُوفِ وَأْعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِيْنَ ( الأعراف : 199 ) Itulah perintah Allah
“ Jadilah engkau pemaaf dan surulah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”
Dan
demikianlah janji Allah Swt.
وَلاَ
يَأْتَلِ أُوْلُوا الفَضْلِ مِنْكُم وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أولى القُرْبىَ وَالمَسَاكِين
وَالمُهَاجِرِيْنَ فيِ سَبِيْلِ الله وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا عَلىَ أَنْ تحُِبُّ
أَنْ يَغْفِرَالله ُلَكُم وَاللهَ ُغَفُوْرٌ
رَحِيْمٌ ( النـور : 22 )
“ Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya,
orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu ?
Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nur: 22).
Inilah jalan perjuangan kita. Mari kita jalani
bergandengan, bersama-sama menuju Rahmat dan Ridha Allah Swt.
Wallahul Muwaffiq
Penulis
: Mudzakkir M.
Arif, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar